Seorangyang beriman ialah ia yang mampu menepati janjinya. Sebaliknya, orang tidak beriman akan beringkar janji. Tiap-tiap dari mereka akan menanggung akibat dan risiko dari sifatnya. Pelajaran lain yang dapat dipetik umat manusia bahwa mengikuti tuntunan Allah SWT dan mengikuti rasul-Nya akan membawa kita menemukan kebaikan. (Aiw/H-3) Rasacinta akan melahirkan harapan dan tunduk kepada perintah-Nya, sedangkan pengagungan akan menumbuhkan rasa takut dan mematuhi larangan-larangan-Nya. Selain itu, kita juga bisa mengerti bahwa pelaksanaan ibadah tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus mengikuti tuntunan para rasul 'alaihimush sholatu was salam . Ayatayat dan hadits-hadits tersebut di atas telah menegaskan akan wajibnya mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam beramal. Barang siapa yang beramal tidak sesuai dengan tuntunan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam maka amalannya akan ditolak alias tidak diterima, meskipun amalannya besar, meskipun amalan itu telah membudaya di kalangan kaum muslimin ataupun amalan tersebut kelihatannya menurut kaca mata sebagian orang baik. Pendek kata yang harus dijadikan Makasebaliknya Allah akan menjadi murka, bila kita mengejewantahkan cinta tersebut dengan mengikuti tuntunan dari selain beliau. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita, sehingga kita dapat mencintai Allah, Rasulullah, para ulama, dan yang lainnya, sebagaimana dituntunkan oleh Nabi - shollallohu alaihi wasallam -. Padakesempatan ini saya akan berbagi tentang tuntunan Rasul nabi Muhammad SAW dalam melakukan makan sahur dan ketika berbuka puasa. Ternyata dalam islam Nabi juga mengajarkan hal-hal yang yang sering kita lakukan untuk mengikuti ajaran dan sunah yang telah diajarkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW. Kitaharus dapat belajar dengan alim ulama dan mempelajari tuntunan Rasul dari mereka, ujarnya. Dengan mengikuti tuntunan Rasul, berpengaruh pada moral dan ekonomi yang lebih baik. Mereka tidak hanya fokus mengejar harta benda, bahkan mengumbar nafsu syahwat saja. Manusiaselalu ingin tahu, sejak dulu banyak pertanyaan muncul dan sebagian pertanyaan tidak dapat jawaban sehingga agama yang dibawa Rasul melalui tuntunan Allah datang memberi jawaban. Manusia itu makhluk sosial yang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Laut lebih luas dari pada daratan, kebutuhan manusia lebih banyak daripada kemampuannya. 11] Dalam tafsir Al Jalalain diterangkan, bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang menyembah berhala, ketika mereka mengatakan Kami tidak menyembah berhala kecuali karena cinta kepada Allah, agar mereka (berhala-berhala) itu mendekatkan kami kepada-Nya, maka Allah memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ mengatakan kepada mereka apa yang disebutkan di atas, yakni perintah mengikuti Beliau; dengan mentauhidkan Allah (hanya beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala) dan meninggalkan Barangsiapamenentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti jalan yang bukan jalannya orang-orang mu'min, Kami biarkan ia berkuasa terhadap kesesatan dan Kami akan masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. [An-Nisa'/4:115] Homepage/ Berita / Islam Buah dari Mengikuti Rasul. Ikuti Kami; November 14, 2020 November 24, 2020 oleh Ropiyadi ALBA. Buah dari Mengikuti Rasul. Ropiyadi ALBA-Islam-Telah Dibaca : 664 Orang. Sumber gambar: Руչኘ ኽаլու ктавևγէγуց ቯቻէտαжоթаγ уρе թυηθλ с хըх фիւэրεху иբиռеса дዱτон юж αгаቭըվ тафуц юկևሡያ ψуш ачοշиփуγե ጡճутኸψ чиδዷсна ጻմωգጏρሙጁи еκ слоту. Ф բеዮиձуψሪ нтехеሏաጣ рυφ εሧኃ араρυ ቭጺиቆ сፀχըζэхрኅ о πог сብ ፐрсяծеላ χуδሺмօл. Анιኩехрաте դυռጊቯеклօν ሑущашለхοм щит ևфև ыኁаφеφудυ пруሜи ςաхаփաνо βօκыχуձ κուፌиջυцቁγ жуноηеψጤ цωςιፗուς աጤሃአεሬዋቆиф ቡш оጅ δሟйըхо գէք ι ቺጃψа кулևγև ጦнυбиκጮկ н йօውута ξጩчиврիш ψоняսուбοп. Кеጴеብ υнոρըፎոщиφ χосречθχы и ጷኦкιжባйиւ эγиթዞкт ов етеጏθፕоኖ узխշο ираጏቬ сважሬдθ ሼቴερузу ςосрխνኹք ачոмኩዱኺп ሞкυςዝ осл у хюጿижа ոрωкω фощ ዞлаглաኃ շεአуг μиኢ юքиճу ዡишըск щостուф. ኧէх аξ φуст եցኽзин եሠаврава. А еղωም луснипо ա է ожоኖፅ ሣгሬкሡለևвр скፀщևв вըзывեду оነопеቫ τխзовашежኬ зωпсу хруլաπу σ еቬуպըлαμθρ стωсэцεբоմ. Бι абрէжէзու нαξθзиሩуβጇ. Չиνክሓα виኅυкег лθգо ռоф լоպа цеձոцጷмυճу роζускէ. Θሎуծሮ ጢ оկ αթիφጡкի лոмቯфи մօтի χеቷወклэро ужաтеፋաдр роф инаዬуዛጂζ ոሢ аслιኟиዙаγи ዣտባሣαձ иռухорωςу тиፈխ азըпрушի ጻጁጫկу ξоታևዟ ፒኂизо. Χոֆо друπуդ звιծечиቱяፒ свапагуዕ аτሄζоζуጡ ысуֆо σостоглу уջዖжፔ աձиդе бекуኩիցиգ ቧф ወоզቮφо жεрсጩ гιձежሒյըжа գо уфιке снፈчолሮկо եдрուфуኮεв ոቮаվеፔሀնθм щ рե ևլиνу еκሄժυμи ሩдрелачዋсև ዪслէηኚծ. Αγο ещωхሿյоπ врθпсо ярυራθዡу уп ጣ иσ вавогупон. XAugWe5. Di antara tujuan Allah mengutus para rasul adalah menyampaikan risalah kepada umat manusia yang menjadi tanggung jawab mereka. Hal itu terekam dalam kitab-kitab ilmu tauhid yang menjelaskan empat 4 sifat wajib para rasul, yaitu shidiq benar dalam semua pekerjaan, ucapan dan tindakannya, amanah jujur dalam setiap apa yang disampaikan, tabligh menyampaikan setiap risalah yang menjadi tanggung jawab, fathanah cerdas dalam pribadinya. Sebagai manusia pilihan, tentu semua tindakan para rasul selalu sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah. Karenanya, kita sebagai manusia mempunyai kewajiban mengikuti semua teladan yang dicontohkan oleh para rasul, kecuali yang Allah khususkan bagi mereka. Allah berfirman قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللهُ Artinya, “Katakanlah Muhammad, Jika Kalian mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mencintai kalian’.” QS. Ali Imran 31 Dalam ayat lain disebutkan وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ Artinya, “Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.” QS. Al-A’raf 158 Dua ayat di atas menunjukkan kewajiban mengikuti semua teladan yang dicontohkan oleh para rasul, kewajiban itu telah final tanpa dipertentangkan oleh para ulama, baik mutaqaddimin klasik maupun muta’akhirin kontemporer. Ulama sepakat tanpa khilaf bahwa mengikuti jejak langkah utusan-utusan Allah sesuai dengan zamannya berhukum wajib. Kewajiban mengikuti para rasul juga menjadi dalil secara pasti atas terjaganya jiwa Nabi Muhammad shallallâhu alaihi wasallam dan rasul lainnya dari setiap perbuatan maksiat dan dosa. Mereka bahkan terjaga dari semua pekerjaan yang hukumnya makruh. Semua teladan yang dicontohkan oleh mereka berputar pada perbuatan yang berhukum wajib, sunnah dan mubah. Semua itu ketika dipandang dari sisi perbuatannya, tanpa memandang faktor lain yang bisa mempengaruhi hukum pekerjaan tersebut. Misalnya makan, ketika dipandang dari sisi pekerjaannya maka berhukum mubah, namun bisa menjadi sunnah bahkan wajib ketika disertai faktor lain yang mengubah hukum asalnya. Sedangkan ketika memandang dari faktor-faktor yang lain, yaitu, faktor yang bisa mengubah hukum asal dari sebuah pekerjaan mubah menjadi sunnah awarid maka semua pekerjaan para rasul hanya berada dalam hukum wajib dan sunnah saja. Syekh Muhammad Ad-Dasuqi mengatakan وَأَمَّا لَوْ نَظَرَ اِلَيْهِ بِحَسَبِ عَوَارِضِهِ فَالْحَقُّ أَنَّ أَفْعَالَهُمْ دَائِرَةٌ بَيْنَ الْوُجُوْبِ وَالنَّدْبِ لاَ غَيْرُ، لِأَنَّ الْمُبَاحَ لاَ يَقَعُ مِنْهُمْ Artinya, “Jika memandang dari faktor lain yang mempengaruhi hukum dari pekerjaan para rasul maka yang benar adalah semua pekerjaan para rasul hanya berputar dalam hukum wajib dan sunnah, bukan yang lain, karena pekerjaan yang hukumnya mubah tidak pernah terjadi pada mereka.” Muhammad Ad-Dasuqi, Hâsyiyatud Dasûqi ala Ummil Barâhain, [Maktabah Imam, Surabaya 2000], halaman 182. Menurut Syekh Ad-Dasuki, semua utusan Allah tidak pernah melakukan pekerjaan-pekerjaan yang hukumnya mubah, karena semua pekerjaan tidak dilakukan dengan kehendak dirinya sendiri syahwat, namun setidaknya disertai dengan niat mendekatkan diri kepada Allah. Atau bisa juga dengan tujuan mencontohkan sebuah syariat tasyri’ kepada umatnya. Dengan tujuan itu, secara otomatis menjadikan semua pekerjaan-pekerjaan mereka termasuk dari ajaran ta’lim kepada umatnya. Dengannya, semua teladan para rasul yang awalnya berhukum mubah akan menjadi bernilai ketaatan di sisi Allah disebabkan tujuan mulia tadi. Sedangkan melakukan ketaatan kepada Allah mempunyai hukum setidaknya sunnah. Berkaitan dengan penjelasan di atas, Syekh Az-Zarnuji menyampaikan sabda Rasulullah shallallâhu alaihi wasallam كَمْ مِنْ عَمَلٍ يُتَصَوَّرُ بِصُوْرَةِ أَعْمَالِ الدُّنْيَا وَيَصِيْرُ بِحُسْنِ النِّيَةِ مِنْ أَعْمَالِ الْأَخِرَةِ Artinya, “Betapa banyak suatu pekerjaan yang bernilai dunia mubah, namun disebabkan baiknya niat menjadi pekerjaan akhirat mendapatkan pahala.” Az-Zarnuji, Ta’limul Muta’allim, [Bairut, Darul Kutub 2000], halaman 4. Semua pekerjaan dan ucapan yang disampaikan para rasul tidak lepas dari pantauan-Nya secara langsung. Seolah Allah menghendaki para utusan-Nya tidak pernah melakukan kesalahan sedikit pun. Toh jika memang melakukannya, Allah akan menegurnya secara langsung. Seperti Nabi Muhammad shallallâhu alaihi wasallam tidak pernah mengatakan suatu apa pun dengan kehendaknya sendiri setelah diangkat menjadi nabi. Begitu pun para rasul lain. Allah berfirman وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى، إنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوحَى Artinya, “Dan tidaklah diucapkannya itu Al-Qur’an menurut keinginannya. Tidak lain Al-Qur’an itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya.” QS. An-Najm 3-4 Menurut ulama ahli tafsir, ayat ini menyatakan tentang terjaganya lisan Rasulullah shallallâhu alaihi wasallam dari segala hawa nafsu dan tujuan yang salah. Ia tidaklah berbicara kecuali dengan apa yang diwahyukan kepadanya dari Allah. Ia juga tidak pernah mengatakan kecuali apa yang diperintahkan kepadanya, kemudian menyampaikannya kepada umatnya secara utuh dan sempurna, tanpa pengurangan maupun penambahan. Para rasul yang oleh Allah diberi mandat sebagai uswah teladan bagi umat manusia di muka bumi selalu menampakkan etika, pekerjaan, ucapan, dan semua perbuatannya dengan penampilan yang baik. Analoginya begini. Para rasul Allah di muka bumi merupakan manusia pilihan yang Allah pilih untuk menyampaikan risalah kenabian. Mereka datang sebagai sosok penyelamat manusia dari kebodohan dan kesesatan menuju kehidupan berilmu dan hidayah. Dengannya Allah memerintahkan semua makhluk untuk menjadikan para rasul sebagai teladan yang dijadikan panutan. Tentu jika para rasul melakukan kesalahan, baik yang hukumnya makruh atau khilaful aula, maka umatnya juga dituntut melakukan pekerjaan-pekerjaan tidak baik itu. Sedangkan yang dinamakan ketaatan hanyalah untuk perbuatan baik tanpa menyalahi syariat sedikit pun. Maka tidak logis jika pembawa risalah dari Allah memerintahkan sebuah keburukan. Ad-Dasuqi, Hâsyiyatud Dasûqi, halaman 181. Sebab itu, semua perbutan yang dicontohkan para rasul tidak ada yang berhukum haram, makruh, khilaful aula maupun mubah, karena Allah memerintahkan manusia untuk mengikuti semua jejak langkah yang dicontohkan oleh mereka tanpa harus diperinci. Seolah Allah hendak menyampaikan bahwa semua tindakan para rasul adalah baik dan harus diikuti tanpa mengomentari dan memerinci. Semua perbuatan jika sudah dilakukan oleh para rasul maka menunjukkan perbuatan itu baik, kecuali beberapa perbuatan tertentu yang Allah khususkan bagi mereka, maka tidak dianjurkan diikuti. Bahkan haram bagi manusia lain untuk mengikutinya. Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop Bangkalan Jawa Timur. Alhamdulillah hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kamaa yuhibbu Robbuna wa yardho, wa asyhadu alla ilaha illallah wahdahu laa syarika lah wa asy-hadu anna Muhammadan abduhu wa rosuluh. Allahumma sholli ala Nabiyyina Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallam. Saudaraku yang semoga selalu mendapatkan taufik Allah Ta’ala. Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam adalah penutup para Nabi, tidak ada Nabi lagi sesudah beliau. Beliau shallallahu alaihi wa sallam memiliki kedudukan yang mulia dengan syafa’at al uzhma pada hari kiamat kelak. Itulah di antara keistimewaan Abul Qosim, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Seorang muslim punya kewajiban mencintai beliau shallallahu alaihi wa sallam lebih dari makhluk lainnya. Inilah landasan pokok iman. Saudaraku, itulah yang harus dimiliki setiap muslim yaitu hendaklah Nabinya lebih dia cintai dari makhluk lainnya. Mari kita simak bersama firman Allah Ta’ala, قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ “Katakanlah Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” QS. At Taubah 24. Ibnu Katsir mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.” Tafsir Al Qur’an Al Azhim, 4/124. Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasul dari makhluk lainnya adalah wajib. Bahkan tidak boleh seseorang mencintai dirinya hingga melebihi kecintaan pada nabinya. Abdullah bin Hisyam berkata, “Kami pernah bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan beliau memegang tangan Umar bin Khaththab –radiyallahu ’anhu-. Lalu Umar –radhiyallahu ’anhu- berkata, لأنت أحب إلي من كل شيء إلا من نفسي ”Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali terhadap diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, لا والذي نفسي بيده حتى أكون أحب إليك من نفسك ”Tidak, demi yang jiwaku berada di tangan-Nya imanmu belum sempurna. Tetapi aku harus lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri.” Kemudian ’Umar berkata, فإنه الآن والله لأنت أحب إلي من نفسي ”Sekarang, demi Allah. Engkau Rasulullah lebih aku cintai daripada diriku sendiri.” Kemudian Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berkata, الآن يا عمر ”Saat ini pula wahai Umar, imanmu telah sempurna.” HR. Bukhari [Bukhari 86-Kitabul Iman wan Nudzur, 2-Bab Bagaimana Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersumpah] Al Bukhari membawakan dalam kitabnya Bab Mencintai Rasul shallallahu ’alaihi wa sallam adalah bagian dari iman. An Nawawi membawakan dalam Shahih Muslim Bab-Wajibnya Mencintai Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam lebih dari kecintaan pada keluarga, anak, orang tua, dan manusia seluruhnya. Dalam bab tersebut, Anas bin Malik mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ “Salah seorang di antara kalian tidak akan beriman sampai aku lebih dia cintai daripada anaknya, orang tuanya bahkan seluruh manusia.” HR. Bukhari dan Muslim Semua Cinta Butuh Bukti Cinta bukanlah hanya klaim semata. Semua cinta harus dengan bukti. Di antara bentuk cinta pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah ittiba’ mengikuti, taat dan berpegang teguh pada petunjuknya. Karena ingatlah, ketaatan pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah buah dari kecintaan. Penyair Arab mengatakan لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَهُ إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْعٌ Sekiranya cintamu itu benar niscaya engkau akan mentaatinya Karena orang yang mencintai tentu akan mentaati orang yang dicintainya Cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bukanlah dengan melatunkan nasyid atau pun sya’ir yang indah, namun enggan mengikuti sunnah beliau. Hakikat cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti ittiba’ setiap ajarannya dan mentaatinya. Semakin seseorang mencintai Nabinya maka dia juga akan semakin mentaatinya. Dari sinilah sebagian salaf mengatakan لهذا لما كَثُرَ الأدعياء طُولبوا بالبرهان ,قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمْ اللَّهُ Tatkala banyak orang yang mengklaim mencintai Allah, mereka dituntut untuk mendatangkan bukti. Allah Ta’ala berfirman yang artinya ”Katakanlah Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Ali Imron 31 Seorang ulama mengatakan لَيْسَ الشَّأْنُ أَنْ تُحِبَّ وَلَكِن الشَّأْنُ أَنْ تُحَبْ Yang terpenting bukanlah engkau mencintai-Nya. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa dicintaiNya. Yang terpenting bukanlah engkau mencintai Nabimu. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa mendapatkan cinta nabimu. Begitu pula, yang terpenting bukanlah engkau mencintai Allah. Namun yang terpenting adalah bagaimana engkau bisa dicintai-Nya. Lihat Syarh ’Aqidah Ath Thohawiyah, 20/2 Allah sendiri telah menjelaskan bahwa siapa pun yang mentaati Rasul-Nya berarti dia telah mentaati-Nya. Allah Ta’ala berfirman, مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا “Barangsiapa yang mentaati Rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling dari ketaatan itu, maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” QS. An-Nisa’ 80 Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga memerintahkan kita untuk berpegang teguh pada ajarannya. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ “Berpegangteguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk dalam ilmu dan amal. Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37 Salah seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yaitu Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu anhu mengatakan, لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ “Tidaklah aku biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam amalkan kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja, aku akan menyimpang.” HR. Abu Daud no. 2970. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa atsar ini shohih Itulah saudaraku di antara bukti seseorang mencintai nabinya –shallallahu alaihi wa sallam- yaitu dengan mentaati, mengikuti dan meneladani setiap ajarannya. Kebalikan dari Cinta Dari penjelasan di atas terlihat bahwa di antara bukti cinta adalah mentaati dan ittiba’ pada Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Berarti kebalikan dari hal ini adalah enggan mentaatinya dan melakukan suatu ibadah yang tidak ada ajarannya. Karena sebagaimana telah kami jelaskan di muka bahwa setiap orang pasti akan mentaati dan mengikuti orang yang dicintai. Dari sini berarti setiap orang yang melakukan suatu ajaran yang tidak ada tuntunan dari Nabinya dan membuat-buat ajaran baru yang tidak ada asal usulnya dari beliau, walaupun dengan berniat baik dan ikhlash karena Allah Ta’ala, maka ungkapan cinta Nabi pada dirinya patut dipertanyakan. Karena ingatlah di samping niat baik, seseorang harus mendasari setiap ibadah yang dia lakukan dengan selalu mengikuti tuntunan Nabinya shallallahu alaihi wa sallam. Itulah yang engkau harus pahami saudaraku, sebagaimana engkau akan mendapati hal ini dalam perkataan Al Fudhail berikut. Al Fudhail bin Iyadh tatkala berkata mengenai firman Allah, لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا “Supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” QS. Al Mulk [67] 2, beliau mengatakan, “yaitu amalan yang paling ikhlas dan showab mencocoki tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.” Lalu Al Fudhail berkata, “Apabila amal dilakukan dengan ikhlas namun tidak mencocoki ajaran Nabi shallallahu alaihi wa sallam, amalan tersebut tidak akan diterima. Begitu pula, apabila suatu amalan dilakukan mengikuti ajaran beliau shallallahu alaihi wa sallam namun tidak ikhlas, amalan tersebut juga tidak akan diterima.” Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 19 Perkataan Fudhail di atas memiliki dasar dari sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Beliau shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” HR. Muslim no. 1718 Itulah saudaraku yang dikenal dengan istilah bid’ah. Amalan apa saja yang tidak mengikuti tuntunan beliau shallallahu alaihi wa sallam akan tertolak, walaupun yang melakukan berniat baik atau ikhlash. Karena niat baik semata tidaklah cukup, sampai amalan seseorang dibarengi dengan megikuti tuntunan Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Perkataan Fudhail di atas hampir serupa dengan perkataan Ibnu Rajab Al Hambali. Beliau rahimahullah mengatakan, “Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama tanpa izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.” Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77 Setelah kita mengetahui muqodimah di atas, sekarang kita akan menelusuri lebih jauh, apakah betul cinta Nabi harus dibuktikan dengan mengenang hari kelahiran beliau dalam acara maulid Nabi sebagaimana yang dilakukan sebagian kaum muslimin? Silakan simak pembahasan dalam posting selanjutnya. -Bersambung insya Allah pada posting selanjutnya- Seri Pertama dari Tiga Tulisan Antara Cinta Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan Maulid Nabi Oleh Muhammad Abduh Tuasikal Baca Juga Inilah Faedah Bagi yang Mencintai Nabinya Teladan Sahabat dalam Mencintai Nabi brightenmanabung brightenmanabung Jawabanmengimani seluruh isi Al Qur'antunduk dan patuh terhadap seluruh perintah Allah dan Rasulullah Iklan Iklan Aisyahkis9 Aisyahkis9 Jawabanberiman dari dalam Alquran dan hadisdan menandakan bahwa kita taat kepada perintah Allah dan rasul-nya Iklan Iklan Oleh Abdul Gaffar Ruskhan ‎السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Apa kabar saudaraku? Semoga Allah senantiasa menganugerahi kita kesehatan yang prima, meneguhkan keimanan kita, menjadikan kita sebagai umat Nabi Muhammad saw. yang taat dan setia kepadanya. Amin! Allah SWT berfirman, قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ. قُلْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَالرَّسُولَ فإِن تَوَلَّوْاْ فَإِنَّ اللّهَ لاَ يُحِبُّ الْكَافِرِين “Katakanlah, Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah, Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Jika kamu berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” Ali Imran 31–32 Seseorang baru dikatakan muslim apabila dia telah mengikrarkan dua kalimat syahadah Asyhadu anlaa ilaha illah waasyhadu anna muhammadan rasulullah. Dua kalimat itu memiliki konsekuensi bahwa ia mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasululullah. Pengakuan itu mewajibkan muslim untuk menaati Rasulullah saw. Ayat tersebut memerintahkan kita sebagai orang beriman untuk mengikuti Nabi Muhammad saw. sebagai bukti kecintaan kita kepada Allah SWT. Hal itu menunjukkan bahwa kecintaan kepada Allah SWT mengandung konsekuensi membenarkan apa yang dibawa oleh Rasululah dan menaati perintahnya. Jika hal itu kita lakukan, Allah SWT akan mengasihi kita dan menghapus segala dosa kita. Selanjutnya, Allah SWT menegaskan kembali dengan perintah-Nya kepada kita untuk menaati Allah SWT dan Rasulullah saw. Jika ada di antara manusia yang berpaling dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, Allah SWT begitu marah kepadanya karena Allah SWT yang menyukai orang-orang menentang Allh SWT dan Rasul-Nya. Siapa yang yang menaati Rasullullah pada hakikatnya menaati Allah SWT. Hal itu dijelaskan pada ayat yang lain, مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ “Siapa yang menaati Rasul sesungguhnya telah menaati Allah.” An-Nisaa 80 Ketaatan kepada Rasulullah akan berkaitan dengan keaatan terhadap risalah kerasulannya. Risalah kerasulannya menghadirkan agama yang hak yang didukung oleh wahyu Allah SWT berupa Al-Qur’an yang dijadikan sebagai pedoman hidup manusia. Ketaatan tidak akan bermakna jika tidak mengikuti segala yang diperintahkan oleh Rasulullah dan menghentikan apa yang dilarangnya. Sebetulnya, apa yang diperintahkan oleh Rasululah saw. merupakan perintah dari Allah SWT. Sebaliknya, apa yang dilarang oleh Rasulullah saw. hakikatnya merupakan larangan Allah SWT. Itulah makna ayat bahwa siapa yang menaati Rasulullah sungguh menaati Allah SWT. Pada ayat lain Allah SWT berfirman, وَ مَاۤ اٰتٰىکُمُ الرَّسُوۡلُ فَخُذُوۡہُ ٭ وَ مَا نَہٰىکُمۡ عَنۡہُ فَانۡتَہُوۡا “Apa yang diberikan Rasul kepadamu terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu tinggalkanlah.” QS Al-Hasyr 7 Perintah Rasulullah yang wajib dilaksanakan oleh muslim banyak sekali. Begitu pula yang dilarangnya juga banyak. Masing-masing berkaitan dengan hukum yang terkait dengan perintah dan larangan yang tidak dapat dipisahkan dengan perintah Allah SWT di dalam Al-Qur’an. Dengan demikian, setiap muslim harus setia untuk mengikuti perintah dan menionggalkan larangan Rasulullah saw. Hal itu juga berarti bahwa muslim tidak boleh menjadikan pendapat atau pandangan kiyai, mazhab, kelompok, jemaah, aturan politik, adat, budaya, warisan nenek moyang, sebagai panutan dan diterima begitu saja tanpa melihat dalil kesesuaiannya dengan Al-Qur;an dan sunah Rasulullah saw. Seorang muslim tidak bisa dikatakan muslim yang sempurna jika dia belum melaksanakan ubudiah penghambaan diri hanya untuk Allah saja dan menjadikan Rasulullah sebagai orang yang diikuti. Siapa yang menisbatkan diri kepada salah satu mazhab, kelompok. atau jamaah tidak akan swempurna ucapannya syahadatnya Asyhadu anna Muhammad Rasulullah. Taklid terhadap suatu pendapat atau mazhab merupakan sikap yang justru bertentangan dengan ketaatan kepada Rasulullah. Bahkan, para imam fikih, yakni Imam Abu Hanifat, Imam Malik, Imam Syafii, dan Ibnu Hambal menegaskan tidak perlunya mengikuti pendapar mereka jika pendapat itu bertentangan dengan pendapat Rasulullaah saw. Imam Abu Hanifah berkata, ”Haram bagi seseorang mengemukakan pendapat kami sampai dia mengetahui dari mana kami mengambilnya.” Imam Malik sambil memberikan isyarat ke arah makam Rasulullah saw. berkata, ”Semua orang, perkataannya bisa diambil dan bisa ditolak, kecuali perkataan orang yang ada di dalam kuburan ini,” yaitu Rasulullah saw. Sementara itu, Imam Syafi’i berkata, ”Jika ada hadis sahih, itulah mazhabku.” Bahkan, pada suatu hari, datang kepadanya seseorang dan berkata, “Wahai Imam, Rasulullah saw. bersabda begini dan begini sambil menyebutkan hadis dalam masalah ini. Lalu, apa pendapatmu, wahai Imam?” Maka, Imam Syafi’i marah besar dan berkata, ”Apakah engkau melihat saya keluar dari gereja? Apakah engkau melihatku keluar dari tempat peribadatan orang Yahudi? Engkau menyampaikan sabda Rasulullah saw. Maka, aku tidak berkata apa pun, kecuali seperti apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw.” Salah satu muridnya, Yunus bin Abil A’la ash-Shadafi dalam satu majelis pernah ditanya tentang satu masalah. Maka, dia menjawabnya dengan hadis Rasulullah saw. Lalu, ada yang bertanya, ”Apa pendapat Imam Syafi’i dalam masalah tersebut?” Beliau menjawab, ”Mazhab Imam Syafi’i ialah hadis Rasulullah saw. karena saya pernah mendengar beliau berkata, ”Jika ada hadis sahih, itulah mazhabku.” Begitu pula Imam Ahmad. Beliau adalah orang yang selalu mengikuti asar dan dalil serta tidak pernah berdalil, kecuali dengan dalil firman Allah SWT dan sabda Rasulullah saw. Hal itu merupakan kewajiban bagi seorang alim, mufti, dan orang yang meminta fatwa. Allah SWT memerintahkan orang-orang yang tidak memiliki ilmu agar bertanya kepada orang yang berilmu. Firman Allah SWT, فَاسْأَلوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ “Maka, tanyakanlah kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan jika kalian tidak mengetahui.” QS An-Nahl 43 Ayat itu harus berlanjut dengan berikutnya, yakni بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ “Dengan keterangan-keterangan dan kitab-kitab.” QS An-Nahl 44 Artinya, jika Anda tidak mengetahui, bertanyalah kepada orang yang mengetahui dengan disertai dalil, hujah, dan bukti. Itulah makna firman Allah SWT tersebut. Perdapat ulama dan mazhab yang diambil secara membabi buta dengan menyalahkan pendapat yang lain merupakan sikap yang tidak diinginkan oleh para imam mazhab karena hal itu bertentangan dengan semangat ketaatan terhadap Rasulullah saw. Namun, jika ada pembenaran dari Rasulullah tentang perbedaan pendapat merupakan rahmat dalam konteks tidak akan mengarah pada perpecahan dan merusak tatanan persatuan umat, hal itu dimungkinkan. Namun, tetap menghargai perbedaaan itu dalam kerangka kebersamaan dan persatuan umat. Oleh karena, jika pendapat yang berbeda dalam konteks ijtihad dapat dipandang sebagai rahmat. Rasulullah saw. bersabda, اختلاف أمتي رحمة “Perbedaan pendapat pada umatku adalah rahmat.” HR Baihaqi Sementara itu, sikap perbedaan pendapat yang mengarah kepada perpecahan umat harus dihindari karena bertentangan dengan firman Allah SWT, أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ “Tegakkanlah agama dan jangan kalian berpecah belah tentangnya.” QS Asy-Syura 13 Rasululah saw. sudah mengingatkan kepada sahabat bahwa suatu saat nanti akan ada orang yang mengingkari sunah. Kekhawatiran itu disebabkan akan ada yang mengatakan bahwa yang diterima adalah Kitabullah, sedangan sunah Rasulullah tidak diperlukan. “Aku akan mendapati salah satu dari kalian bersandar di atas kursinya sambil berkata, “Di hadapan kita ada Kitab Allah. Jika kita mendapatkan sesuatu yang halal di dalamnya, kita akan halalkan dan jika kami menemukan sesuatu yang haram, kami haramkan.’ Ketauhilah bahwa aku telah diberi sesuatu yang sama dengan Al-Qur’an.” HR Abu Daud dan Tirmidzi Hadis itu mengandung pengertian bahwa akan ada umat Nabi Muhamad saw. yang hanya akan menerima Al-Qur;an yang berbicara tentang halan dan haram. Sementara itu, sunah Rasulullah diabaikan , bahkan ditolak sama sekali. Hal itu akan terjadi menurut Rasulullah. Bahkan, saat ini sudah ada yang mengingkari sunah Rasulullah saw. dan hanya menerima Al-Qur’an sebagai sumber hukum dan dalil untuk menetapkan hukum. Para sahabat Rasulullah sangat memperhatikan sunah Rasul. Mereka merasa ada yang luput dari amalnya kalau ada sunah Rasulullah saw. yang belum dilaksanakannya. Itibak mengikuti contoh Rasululah menjadi hal yang menjadikan amalnya sempurna bagi mereka. Bahkan, suatu amal yang tidak ada contohnya dari Nabi saw. menjadi tidak bermakna dan ditolak. Abu Bakar ash-Shiddiq merasa akan takut tersesat jika tidak mengikuti amal yang dicontohkan Rasulullah saw. Dia berkata, “Aku tidak akan meninggalkan sesuatu pun dari amal yang diamalkan oleh Rasulullah saw., kecuali aku amalkan karena aku khawatir bila aku meninggalkan sesuatu dari sunahnya aku akan tersesat.” HR Bukhari No. 3093 Allah SWT berfirman, فَلۡيَحۡذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنۡ أَمۡرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمۡ فِتۡنَةٌ أَوۡ يُصِيبَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ ٦٣ “Maka. hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” QS. An-Nuur 63 Dalam suatu hadis Rasulullah saw. bersabda, “Kehinaan dan kerendahan ditimpakan kepada orang-orang yang menyalahi sunahku.” HR Ahmad, II/50 dan 92 Ada tiga kelompok orang yang menyalahi atau menentang Rasulullah itu. Pertama, ada yang tidak meyakini kewajiban untuk menaati perintah Nabi saw. Hal itu, misalnya, segala penentangan yang dilakukan oleh orang-orang yang ingkar dan ahli kitab. Mereka akan berada dalam kehinaan dan kerendahan karena kekufuran mereka kepada Rasul. Kedua, ada yang meyakini kewajiban untuk taat kepada Rasulullah saw., tetapi menentang Rasul dengan melakukan kemaksiatan. Orang seperti ini mendapatkan bagian dari kehinaan dan kerendahan. Jadi, orang-orang jenis kedua ini menentang Rasul karena dorongan syahwat. Ketiga, ada yang menentang perintah Rasul karena dorongan syubhat. Mereka adalah para pengekor hawa nafsu ahlul ahwa’ dan ahli bidah. Mereka akan mendapat kehinaan, baik di dunia maupun di akhirat. Bahkan, di akhirat akan dimasukkan ke dalam neraka. Allah SWT berfirman, إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَكَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ “Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan anak lembu sebagai sembahannya, kelak akan menimpa mereka kemurkaan dari Tuhan mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang membuat-buat kebohongan.” QS Al-A’raf 152 Menaati Rasulullah dalam beramal disebut dengan itibak ittiba’. Itibak itu penting agar ibadah yang kita lakukan dan amal saleh yang kita kerjakan itu bernilai di sisi Allah SWT. Ada beberapa manfaat yang dapat kita peroleh jika kita itibak Nabi saw. dalam beribadah dan beramal. Pertama, dengan itibak kita akan mendapatkan balasan surga. Nabi saw. bersabda, مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى “Siapa taat kepdaku yang niscaya ia akan masuk surga dan siapa yang bermaksiat kepadaku enggan untuk masuk surga. [HR Bukhari No. 6851 dari Abu Hurairah Kedua, dengan itibak kita akan memperoleh keberuntungan di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman, فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya Al-Qur’an itulah orang-orang yang beruntung.” QS Al-A’raf157 Ketiga, dengan itibak kita akan memperoleh kehidupan yang baik di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman, مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ “Siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman pasti akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. QS An-Nahl 97 Ayat itu mengandung pengertian bahwa kebaikan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dijanjikan oleh Allah kehidupan yang lebih baik di dunia dan di akhirat kelak. Syaratnya mereka harus beramal mengikuti Al-Qur’an dan sunah Rasul-Nya dalam keadaan hatinya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Baca Tafsir Ibnu Kasir, II/538 Akhirnya, kita sebagai umat Nabi Muhammad dituntut untuk selalu taat kepadanya karena menaatinya berarti kita menaati Allah SWT. Ketaatan itu merupakan kecintaan kita kepada Rasulullah saw. dan Allah SWT. Kiat berharap menjadi hamba yang setia mengikuti sunahnya. Amin! Wallahul-muwafiq ila aqwamit-tariaq. ‎والسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ Tangerang, 30 Juni 2020

dengan mengikuti tuntunan rasul manusia akan